Senin, 25 April 2011

HIKMAH HALAL BIHALAL

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Alhamdulillahi wahdah , shodaqo wa’dah , wanashoro “abdah , wa a’azza jundahu wa hazamal ahzaba wahdah. Allohumma fasholli wasallim ‘alaa man fiihi uswatun hasanah wa ‘alaa Alihi wa ashhabihi waman walahu. AMMA BA”DU

Bpk/Ibu Hadirin Rohimakumulloh.

Setelah satu bulan penuh kita menunaikan ibadah puasa Romadhon, kita dapat berjumpa-

kembali dalam suasana halal bihalal yang penuh kebahagiaan, penuh keberkahan dan yang lebih penting dari itu adalah bahwa kita telah memperoleh kemenangan melawan hawa nafsu kita selama kita berpuasa Romadhon.

Sehingga yang tampak dimata saya sekarang ini insya Alloh semuanya adalah calon-calon penduduk surga. Mengapa saya katakan demikian ? karena bpk / ibu yang ada diha-

dapan saya sekarang ini insya Alloh memiliki ciri-ciri penduduk surga yang empat macam, apa saja : yang pertama wajhun malihun/wajah yang elok, cerah dan ceria

yang kedua Lisanun fasihun / lidah yang fasih.

yang ketiga Qolbun Naqiyyun / hati yang bersih.

yang kekempat Yaddun Sakhiyyun / tangan yang dermawan.

Yang sangat berbeda sekali dengan tanda-tanda penduduk neraka yang juga mempunyai empat ciri : yang pertama Wajhun ’Abisun / muka yang masam (spjg hdpnya cemberut melulu)

yang kedua Lisanun Fahisyun / Lidah yang keji (yg keluar dr mulutnya hanya makian, sumpah serapah, fitnah, adu domba dan kebohongan)

yang ketiga Qolbun Syadiidun/hati yang keras membatu (hati yg tdk pernah dapat menerima nasehat /masukan dari siapapun, dia merasa plg benar sendiri)

yang keempat Yaddun Bakhiilun/ tangan yang bakhil, pelit, medit, mere ge hese, merekepet jahe.

Bpk/Ibu Hadirin rohimakumulloh.

Harapan kita semoga kita semua termasuk orang-orang yang beruntung setelah menjalani

Ibadah puasa romadhon selama satu bulan penuh. Amiin ya Robbal ’alamiin.

Perlu bpk/ibu ketahui ada empat gambaran keadaan manusia ciptaan Alloh, yaitu :

1. Untung di Dunia >< Rugi diakhirat (kehdpnnya berlimpah,hartanya bnyk,isterinya bnyk. Tapi tidak kenal ibadah sama sekali) = Rugi

2. Rugi di Dunia >< Untung diakhirat (hdpnya serba kekurangan tapi ibadahnya mantab)

= Untung

3.Rugi di dunia >< Rugi diakhirat (sdh didunianya melarat diakhirat keblangsat) = Rugi

4.Untung didunia >< Untung diakherat (dunianya Oke, Ibadahnya juga oke)= Ini org2 yg

Ideal dan sanga-sangat beruntung.

Mudah2an kita semua dijadikan termasuk golongan yang keempat dengan sababiyahnya

Bulan suci Romadhon. Amin ya robbal alamiin.

Bpk/Ibu Hadirin rohimakumulloh.
Pada kesempatan kali ini kita adakan acara halal bihalal yang menjadi rangkaian dari hari raya Idul Fitri yang telah kita rayakan dua minggu yang lalu, oleh sebab itu perlu saya ingatkan sebuah amtsal yang berbunyi :
ليس العيد لمن لبس الجديد ولكن العيد لمن طاعته و تقواه تزيد و عن المعاص بعيد
Bukanlah Ied itu bagi orang yang berpakaian baru, akan tetapi Ied itu adalah untuk orang yang ta’atnya dan taqwanya bertambah dan menjauhi segala macam bentuk kemaksiatan.Dengan demikian orang-orang yang ta’at dan taqwanya bertambah, juga orang yang dapat menjauhi kemaksiatanlah yang dikategorikan sbg orang2 yang sukses dalam menjalani ibadah Romadhon. Sebagaimana Alloh SWT telah berfirman dalam surat Al A’la ayat 14 dan 15 :
قد أفلح من تزكي ۞ وذكر اسم ربه فصلى
"Sungguh beruntung orang2 yang membersihkan diri (dengan beriman) dan ingat nama Alloh, lalu dia sholat".
Menurut keterangan dari ayat ini, tanda-tanda orang yang mendapat kemenangan dibulan Romadhon selama melakukan puasa adalah :
1. Selalu mensucikan diri dari segala bentuk kemaksiatan, kejahatan, kedzholiman , kesombongan, kemunafikan, kemungkaran, rakus harta kekayaaan dsb.
2. Selalu melakukan dzikrulloh, baik sesudah sholat maupun diluar waktu sholat. Karena dengan dzikir inilah manusia akan bersih hatinya, tenang dan selalu terkontrol tidak mudah terjerumus dalam kesesatan.
3. Selalu menegakkan sholat, terutama sholat wajib lima waktu disamping sholat-sholat sunnah lainnya dan juga menjauhi hal-hal yang menjadi penyebab ditolaknya sholat kita. Perlu bpk / ibu ketahui ada 10 gol. Yang tidak diterima sholatnya oleh Alloh SWT. Yaitu :
1.Seseorang yang sholat sendirian tanpa baca apa-apa
2.Orang yang sholat tapi tidak mau zakat.
3.Orang yang mengimami suatu kaum, tapi kaum itu membencinya.
4. Budak yang lari dari majikannya
5. Peminum khomr atau pemabuk.
6. Seorang isteri yang dimurkai suaminya.
7. Seorang perempuan yang sholat tanpa tutup
8. Pemimpin yg sombong dan kejam
9.Orang pemakan riba
10. Orang yang sholat tetapi sholatnya itu tidak mencegah dari perbuatan keji dan
munkar
Dileburnya segala kesalahan dan dosa-dosa, baik yang berhubungan dengan Alloh maupun dosa-dosa yang berhubungan dengan sesama manusia, sebagai buah dari puasa romadhon kita. Oleh sebab itu bila kita merasa mempunyai kesalahan dengan orang lain , janganlah segan-segan minta maaf dan ridhonya, sebab sekecil apapun nilai kesalahan akan dituntut dihadapan Alloh hakim Yang Maha Adil, bila belum kita mintakan maaf dan ridhonya dari orang yang bersngkutan. Karena itu janganlah sekali kali meremehkan kesalahan yang pernah kita perbuat pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Segeralah minta maaf, lebih2 pada momen2 yang tepat seperti ini. Sebaliknya bila kita dimintai maaf oleh yang pernah berbuat kesalahan dengan kita, janganlah berkeras hati, angkuh pendirian , kaku, tidak mau memaafkan orang lain. Sifat tercela seperti itu hendaknya lekas dibuang jauh-jauh. Itu adalah kesombongan, Alloh SWT saja mau memaafkan kesalahan hambanya sebesar apapun, tapi justru kenapa kita tidak bisa. Bpk/Ibu yang saya hormati, janganlah kita merasa sok suci, marilah sama-sama kita sadari bila orang lain bisa melakukan kesalahan terhadap kita, maka tidak menutup kemungkinan kita juga suatu saat bisa berbuat salah kepada orang lain. Ada yang Bpk/Ibu perlu ketahui orang yang tidak mau memaafkan orang lain berarti dia tidak pernah merasa salah, merasa paling suci dari pada orang lain Ini sifat yang sangat berbahaya sekali dan Alloh SWT. Sangat melarangnya ”Janganlah kamu menganggap dirimu sendiri telah suci.Alloh lebih tahu siapa-siapa orang yang bertakwa”. Karena itu janganlah berkeras hati , angkuh pendirian , tidak mau memaafkan orang lain. Ingatlah bahwa orang hidup itu lemas orang mati itu kaku. Oleh sebab itulah, Bpk/Ibu sdrku seiman seagama janganlah kita kaku seperti orang mati tidak mau memaafkan orang lain . Marilah kita berdoa kepada Alloh agar halal bihalal kita diterima oleh Alloh SWT. Dengan ucapan :
Taqobbalallohu minna wamingkum taqobbal ya kariim

DOA :

Ya Alloh ...Pada sore hari ini kami yang kecil duduk bersimpuh dihadapanMu.. Tiada daya dan upaya hanya dariMu ya Alloh, dariMu keselamatan, dariMu keberkahan, lunakkan hati kami ya Alloh, beri kesempatan kami untuk menyesali dosa-dosa kami.

Ya Alloh ....Kami dengan pakaian yang dilumuri noda-noda kebodohan, bintik
bintik kemusyrikan, bintik-bintik kemunafikan .. memohon kepadaMu Ya Alloh ,
bersihkan diri kami , hilangkan bintik dan noda kotoran dari kami , pandanglah kami , beri jalan kami, luruskan jalan yang kami tapak , mudahkan dan jelaskan tempat yang kami tuju.
Ya Alloh....Rasanya kami malu untuk memohon ini, namun karena meninggalkan bulanMu yang suci kami lebih malu kalau keluar dalam keadaan kotor... kami minta karuniaMu, kemurahan dan ampunanMu agar kami keluar dari Bulan Romadhon dengan bersih aman, damai dan sentosa tiada suatu ganjalan yang membuat amalan kami tertahan untuk menghadapMu...
Ya Alloh ...Hilangkan dendam diantara kami, hasud dengki yang menghiasi hati kami, Ria’ sombong yang selalu kami jalani .. Hanya karena ampunanMulah ..dan hanya karena keperkasaanMulah , Engkau menghapuskan segala dosa yang telah kami perbuat ..
Ya Alloh ... Disore ini , kami yang kecil memohon padaMu .. janganlah kau siksa kami karena kehilapan kami, kesalahan kami dan janganlah kau bebankan kepada kamiapa yang tidak mampu untuk memikulnya, terangi kami sempurnakan cahaya kami, agar kami tidak termasuk orang-orang yang sesat.
Pada sore ini, kami mengakui akan segala perbuatan kami : kami melawan orang tua kami..kami membentak ! menghardik ! Kamipun merasa berdosa terhadap tetangga kami.., terhadap sesama kami rekan guru dan pimpinan kami .. kami menggunjing, mengumpat bahkan memfitnah...! tapi kalbu ini seperti beku , tak merasakan dinginnya ayat-ayatMu, telinga kami tuli.. sehingga sering kami mengabaikan panggilanMu padahal kami mampuh untuk datang...
Hanya Engkaulah yang tahu ya ..Alloh, akan segala detak jantung kami , desah nafas kami .Yang kami lakukan kadang bukan untukMu ya Alloh..
Ya Alloh .... Bersihkan hati kami dari unsur-unsur kemunafikan , segala amal kami dari unsur riya’, lisan kami dari unsur dusta, mata kami dari unsur khianat. Karena sesungguhnya hanya Engkaulah yang mengetahui khianat mata dan segala sesuatu yang tersimpan rapat dalam dada.
Ya Alloh .... Rahmatilah keterasingan kami didunia ini, rahmatilah kesendirian kami nanti dialam kubur dan rahmatilah kami ketika kami berdiri menghadapMu..
Ya Alloh... Hiburlah diri kami sewaktu kami sendirian dialam kubur, hilangkan ketakutan kami pada hari kebangkitan dan ketika dikumpulkan dipadang Mahsyar dan permudahlah segala urusan kami wahai Dzat Yang Maha Hidup pemilik segala keagungan dan kemuliaan.
Ya Alloh ... Jadikanlah kami orang yang berhasil menggapai maghfiroh dan ridhoMu. Jadikan kami termasuk golongan orang-orang yang diterima segala amalnya pada bulan Romadhon Tahun ini dan berikanlah kepada kami pahala dan anugerah yang melimpah.
Ya Alloh ... Perbaikilah agama kami yang merupakan penjaga urusan kami, perbaikilah dunia kami yang merupakan tempat hidup kami, perbaikilah akhirat kami yang merupakan tempat kembali kami dan jadikan kehidupan kami sebagai penambah kebaikan kami serta jadikanlah kematian kami sebagai istirahat kami dari segala keburukan..
.ربنا أتنا في الدنيا حسنة وفي الاخرة حسنة و قنا عذاب النار


Billahit taufuq Wal Hidayah Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Minggu, 24 April 2011

SOLUSI PERMASALAHAN UMAT

SOLUSI PERMASALAHAN UMAT.

Muqaddimah.

Dalam kehidupan manusia permasalahan adalah suatu yang wajar,namun akan menjadi suatu yang keluar dari kewajaran apabila masalah tersebut menjadi suatu yang menyebabkan keterbelakangan serta keterpurukan. Umat Islam bukanlah umat yang identik dengan keterbelakangan, karena umat ini pernah menempati posisi terdepan di Dunia sepanjang sepuluh abad,kebudayaannya adalah kebudayaan yang dominan dan menyebar luas. Ulama – Ulamanya adalah para pendekar dan jawara dalam setiap disiplin ilmu dan pemikiran. Siapa yang berani mengingkari kontribusi Ibnu Hayyan dalam bidang Kimia, Ibnu Haitsam dalam bidang Fisika, Al-Khawarizmi dalam dalam Al-Jabar,Al-Biruni dalam matematika,A-Razi,Ibnu Sina,Azzahrawi dan Ibnu Nafis dalam dunia Kedokteran, Ibnu Rusyd dalam filsafat ?

Sebab Masalah.

Namun saat ini kaum muslimin harus melakukan evaluasi dengan keadaan yang sedang mereka hadapi dan berusaha memetrakan permasalahan kemudian memberikan solusi terhadap setiap permasalahan tersebut. Syeikh Al-Ghazali-Rahimahullah-, telah memetakan sebab-sebab keterpurukan dan keterbelakangan Umat Islam sebagai berikut:

1. Pemahaman yang salah terhadap Islam. Kesalahan ini berupa mendahulukan apa yang harus diakhirkan, dan diakhirkan apa yang harus di dahulukan. Beliau memberikan sebuah contoh dengan berkembangnya berbagai khurafat berkedok agama,seperti membaca “wirid bukhari” pada saat kritis dan meninggalkan sebab-sebab yang sesuai dengan sunnatullah.

2. Bodohnya kaum muslimin terhadap Dunia. Hal ini muncul karena adanya kekeliruan dalam masalah wawasan. Saikh Ghazali berkata “ Banyak manusia yang telah berhasil melakukan pengkajian di Bumi dan di Langit,keberhasilan ini telah membuat kekuatan mereka bertambah dan senjatanya makin dahsyat daya hancurnya. Lalu dimana posisi umat Islam saat ini?.

3. Merebaknya Paham Jabariyah (Fatalisme) di Dunia Islam. Faham ini menyebab goyahnya kepribadian umat Islam karena sikap pasrah dan apatis mendominasi kehidupannya.Manusia dipaksa dan tidak memiliki hak ikhtiar (Memilih). Ia tidak memiki kekuatan dan kemauan. Kaya dan miskin,kebahagiaan dan kesengsaraan ,keberhasilan dan kegagalan,semua telah ditentukan dan digariskan !!. disamping itu umat Islam lemah dalam mengaitkan hukum kausalitas, meluasnya pemikiran tentang karomah dan kejadian-kejadian aneh sehingga hukum –hukum Allah yang mengatur alam semesta ini hampir tidak tersentuh sama sekali.

4. Merebaknya tradisi riya dalam masyarakat Islam. Akhir-akhir ini kaum muslimin sering membuat berbagai macam tradisi yang sifatnya menonjolkan diri dan penampilan luar yang menipu. Tradisi ini berbeda jauh dengan fitrah Islam yang lurus dan tidak dibuat-buat. Akibat dari ini adalah kaum muslimin semakin berjauhan karena masing-masing mereka ingin menonjolkan dirinya atau kelompoknya sendiri.

5.

SU'UL KHATIMAH (AKHIR HIDUP YANG BURUK)

Su'ul Khatimah ( Akhir Hidup Yang Buruk )

Definisi

Su’ul artinya jelek dan khatimah artinya penutup.
Yang dimaksud dengan su’ul khatimah adalah penutup kehidupan dunia yang buruk, seperti seseorang meninggal dunia dalam keadaan me-nentang Allah Subhannahu wa Ta'ala yang Maha Agung dan Tinggi, berada dalam kemurkaan-Nya, serta menyepelekan perkara yang telah Allah wajibkan atasnya.

Dan tidak diragukan lagi, bahwa akhir kehidupan orang yang seperti ini adalah akhir kehidupan yang seng-sara lagi celaka, sehingga orang-orang yang bertaqwa senantiasa merasa takut kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , selalu mendekatkan diri kepada-Nya dan memohon agar dijauhkan darinya.

Tanda-Tanda Su’ul Khatimah

Terkadang tampak pada orang yang sedang menghadapi kematian tanda-tanda yang menunjukkan kepada akhir hidup seseorang yang tidak baik, seperti: berpaling dari ucapan kalimat syahadah, yaitu -persaksian, bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah- dan membicarakan perkara yang jelek dan haram ketika mejelang kematian. Ia menampakkan keterikat-an dengan perkara tersebut. Termasuk yang demikian juga adalah perkataan dan perbuatan yang menunjukkan pem-bangkangan terhadap agama Allah serta berpaling (tidak menerima) ketentuan-Nya.

Di bawah ini akan kami berikan beberapa contoh yang diriwayatkan oleh para ulama:

Al ‘Alamah Ibnul Qayyim Rahimahullaah di dalam kitabnya “Al jawabul Kaafi“ telah menyebutkan, “Bahwa ada salah seorang ketika kematian menjem-putnya, dikatakan kepadanya untuk mengucapkan persaksian la ilaha illallah, maka dia mengatakan, “Tidak ada artinya bagiku dan aku pun tidak tahu sesungguhnya, apakah aku pernah melakukan shalat untuk Allah?” Dan dia tidak bisa mengucapkannya.

Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullaah di dalam kitabnya “Jami’ul ‘Ulum wal Hikam“ telah menukil dari salah seorang ulama’ bernama ‘Abdul Aziz bin Abi Rawaad sesungguhnya beliau berkata, “Aku telah mendatangi seorang lelaki yang sedang menghadapi kematian, ia di-ajarkan untuk mengucapkan “La ilaha illallah (Tiada ilah yang berhak di sembah melainkan Allah)”, namun di akhir ucapannya dia mengingkari ucapan itu (kalimat tauhid) dan meninggal dalam kekafiran”.

Berkata al-Hafidz Ibnu Rajab Rahimahullaah , “Maka saya bertanya perihal dirinya, ternyata dia adalah seorang peminum khamr (minuman keras), kemudian ketika itu pula Abdul Aziz berkata, “Hati-hatilah kamu sekalian dari per-buatan dosa, maka pada dasarnya per-buatan itulah yang menyebabkannya.”

Dan senada dengan kisah di atas apa yang telah diceritakan oleh al- Hafidz Adz Dzahabi , sesungguhnya ada seorang lelaki bersahabat dengan peminum khamr (minuman keras) dan ketika kematian akan menjemputnya, datang kepadanya seseorang lalu me-nalqinnya dengan syahadah, namun dia justru berkata, “Minumlah kamu dan berilah minum kepadaku,” kemudian ia meninggal.

Beliau juga menyebutkan di dalam kitabnya Al-Kabaair, “Sesung-guhnya ada seseorang lelaki dan dia adalah termasuk orang-orang yang suka bermain catur. Ia sedang meng-hadapi kematian, kemudian dikatakan kepadanya la ilaha illallah, maka dia berkata, “Skak!” Kemudian setelah itu dia meninggal. Perkataan lisannya lebih dominan dan sudah terbiasa dengan permainan dalam kehidupannya, akhirnya dia mengatakan ungkapan sebagai pengganti kalimat tauhid dengan ungkapan, “Skak! “.

Dan semisal dengan ini apa yang telah diceritakan oleh al ‘Alamah Ibnul Qayyim rahimahullah tentang seorang lelaki yang diketahui sangat cinta dengan nyanyian dan suka menirunya, maka ketika menyongsong kematian, dikatakan kepadanya, “Ucapkanlah persaksian bahwa tiada ilah yang berhak disembah, melainkan Allah (la ilaha illallah)”, maka dia mengigau dengan nyanyian dan berkata, “Tatana tana tana…”, ( jenis nyanyian pada saat itu -pent) sampai selesai, dan belum sempat mengucapkan kalimat tauhid.

Ibnul Qayyim juga berkata, “Telah mengkhabarkan kepadaku sebagian pedagang perihal salah seorang kera-batnya. Ketika itu ia sedang menjemput kematian dan dia berada disampingnya, para pedagang menuntunnya untuk mengucapkan persaksian bahwa tiada ilah yang berhak di sembah melainkan Allah, namun dia berkata, “Yang ini murah harganya, dan ini adalah barang yang bagus, ini demikian”, sampai dia meninggal dan belum sempat mengu-capkan kalimat tauhid .
Dan akan senantiasa tampak di kalangan ummat manusia di setiap za-man dan tempat tentang perkara akhir hidup yang jelek ini bagi orang yang terang-terangan melakukan kemaksia-tan dan kejahatan. Kami memohon ke-pada Allah agar memberikan ampunan dan keselamatan dari perkara ini .

Ibnul Qayyim Rahimahullaah dalam hal ini memberikan catatan penting, beliau memberikan komentar terhadap beberapa kisah atau cerita di atas dengan perkataannya, “Maha Suci Allah Subhannahu wa Ta'ala , berapa banyak di antara manusia yang melihat perkara ini dan dapat menjadikannya sebagai pelajaran? Dan kejadian lebih dahsyat yang tidak mereka ketahui dari keadaan orang-orang yang sedang menghadapi kematian sangatlah banyak dan banyak sekali.”

Ketika seorang hamba sedang dalam kondisi hadir pikirannya, kuat dan sempurna pe-ngetahuannya, maka sungguh syaithan masih dapat mempengaruhi, dan mempermainkannya sesuai dengan apa yang dia kehendaki dari perbuatan ma’shiyat. Sehingga Allah melalaikan hati orang tersebut dari mengingat kepada Nya, menjadikan lisannya enggan untuk menyebut nama-Nya, dan anggota badannya tidak mau melakukan keta’atan. Maka bagaimana lagi kiranya pada saat seorang hamba kekuatannya hilang, sementara hati serta jiwanya sibuk dengan apa yang menunjukkan akhir hidup yang jelek? Dan di lain pihak, syaithan telah mengumpulkan kekuatan dan daya upayanya, serta berusaha membinasa-kannya, dengan segala cara guna mengambil kesempatan, karena ketika sakarat adalah merupakan akhir per-buatan seseorang.

Maka pada waktu menjelang ajal itulah sangat kuatnya keadaan syaithan dan selemah-lemahnya keadaan manusia, lalu siapakah yang bisa selamat jika anda memperhatikan kondisi seperti ini?”
Allah Ta’ala berfirman:
Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat yang Dia kehendaki.” (Q.S. Ibrahim : 27)

Maka bagaimana mungkin seseorang bisa mendapatkan akhir hidup yang baik, sedangkan Allah telah melalaikan hatinya dari mengingat kepada Nya, lalu dia mengikuti hawa nafsunya, dan apa yang dia lakukan telah melampaui batas? Bagi orang yang hatinya jauh dari Allah Ta’ala, melalaikan-Nya, menuhankan hawa nafsunya, berjalan demi syahwatnya, dan lisannya kering dari mengingat kepada-Nya, serta anggota tubuhnya telah berhenti dari ketaatan kepada-Nya, dan sibuk dengan kema’siatan, sangatlah jauh baginya- untuk mendapatkan akhir hidup yang baik.

Kategori Su’ul Khatimah

Akhir hidup yang jelek (su’ul khatimah) digolongkan menjadi dua:

1. Seburuk-buruk keadaan, hal ini terjadi manakala hati dalam kondisi kalah(lemah) di saat kematian datang, dan ia telah dikuasai oleh dua kemung-kinan; Keraguan atau Pengingkaran, sehingga ruh dicabut dalam keadaan seperti itu. Telah terdapat hijab peng-halang antara dia dan Allah, dan ini menunjukkan kebinasaan dan kekalnya siksaan.

2. Keadaan yang lebih ringan, manakala hatinya ketika datang kema-tian condong dan cinta kepada perkara dunia dan syahwat yang terlarang. Perkara-perkara tersebut senantiasa tergambar di dalam hatinya, dan seseorang akan meninggal sesuai dengan perjalanan hidupnya. Jika dia termasuk orang yang sibuk dengan masalah riba, maka di akhir hidupnya akan disibuk-kan dengannya, dan jika dia termasuk orang yang gemar mengerjakan perkara yang haram (terlarang) semisal obat-obat yang memabukkan, nyanyian, rokok, melihat gambar-gambar yang terlarang dan berbuat aniaya terhadap manusia dan yang sejenisnya maka di akhir kematiannya terkadang demikian juga. Dan yang demikian apabila pada diri seseorang ada pijakan tauhid (ke-imanan), maka dia akan terbebas dari siksa dan hukuman. Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjauhkan dari sifat-sifat seperti ini.

Sebab-Sebab Su’ul Khatimah

Di antara sebab-sebab su’ul khatimah adalah sebagai berikut :

1. Rusaknya Aqidah (Keyakinan).
2. Adanya ketergantungan kepada dunia, dan terjerumus kepada jalan-jalan yang terlarang.
3. Menyeleweng dari jalan yang lurus dan menolak terhadap kebenaran serta petunjuk.
4. Selalu berbuat maksiat dan gemar melakukannya.

Sesungguhnya jika seseorang gemar terhadap sesuatu sepanjang hidupnya, menyintainya, dan punya ketergantungan kepadanya; maka akan terbayang olehnya ketika akan meninggal, dan kondisi tersebut pada kebanyak-an kejadian menggambarkan keadaan kematiannya.

Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir, “Se-sungguhnya perbuatan dosa, maksiat dan kecondongan kepada hawa nafsu, pengaruhnya akan mendominasi pelakunya ketika menjelang kematian dan syaithan akan menguatkannya, maka akan kumpul padanya dua kekalahan dengan lemahnya keimanan, sehingga dia akan terjatuh dalam akhir hidup yang tidak baik, Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya, “ Dan adalah syaithan itu tidak mau menolong manusia“ (QS. 25 :29 )

Dan akhir hidup yang buruk semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjauhkannya dari kita tidak akan menimpa kepada orang yang shalih secara lahir dan batin, yang jujur perkataan dan perbuatannya, dan tidak pernah terdengar cerita yang demikian.

Akan tetapi akhir hidup yang tidak baik akan menimpa seseorang yang telah rusak batinnya yaitu keyakinannya, dan lahirnya yakni perbuatannya serta bagi seseorang yang berani melakukan perbuatan dosa-dosa besar, dan suka melakukan perbuatan jahat, maka per-kara ini akan selalu menguasainya sampai nyawa menjemput sebelum melakukan taubat.

Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah bagi orang yang berakal untuk berhati-hati atas keterikatan dan ketergantungan kepada sesuatu yang terlarang. Selayaknya hati, lisan dan anggota tubuhnya selalu mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan menjaga diri supaya selalu dalam keta’atan kepada-Nya dalam kondisi apa pun, demi menjaga diri dari perkara ini yang jika ia hilang, luput dan terkalahkan dengan perkara-perkara yang terlarang, maka seseorang akan celaka selama-lamanya.

“Ya Allah jadikanlah sebaik-baik perbuatan kami pada akhir hidup kami, dan sebaik-baik kehidupan kami seba-gai akhir hayat kami, dan sebaik-baik hari kami, hari di mana kami akan bertemu dengan Mu. Ya Allah, tunjukilah kami semua kepada perbuatan yang baik dan jauhkanlah diri kami dari perbuatan yang mungkar dan terlarang."

Dan semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam , keluarganya, dan para shahabatnya.

Diterjemahkan oleh ‘Ammu Khansa ‘Arba’in, dari kutaib “Husnul Khatimah wa Su’uha”, Khalid bin ‘Abdul Rahman asy-Syayi’ hal: 11-16

KARAKTERISTIK AKHLAK SEORANG MUSLIM

KHOSOISU AKHLAQUL MUSLIM

Karakteristik akhlak seorang Muslim

1. Saliimul Aqidah ( Aqidah yang lurus /benar )

2. Sohiihul ‘Ibadah ( Ibadah yang benar )

3. Naafi’un li ghoirihi ( Berguna bagi orang lainnya )

4. Matiinul Khuluq (Akhlak yang sempurna )

5. Qadirul alal Kasbi ( Kemampuan berpenghasilan )

6. Mutsaqqoful Fikri (Intelek dalam pemikiran )

7. Qowiyyul Jismi ( Jasmani yang kuat )

8. Mujaahidu li nafsihi (Bersungguh-sungguh thd diri sendiri )

9. Munazhomu fii syu’nihi ( teratur dalam semua urusannya )

10. Haritsun ‘ala waqtihi ( Efisien menjaga waktu )


I. Saliimul Aqidah ( Aqidah yang lurus /benar )

1. Tidak meru’yah (mengambil hukum) selain al-Qur’an yang ma’tsur as- Sunnah

2. Tidak berhubungan dengan jin

3. Tidak meramal nasib dengan telapak tangan

4. Tidak menghadiri majelis dukun dan peramal

5. Tidak mengusap-usap kuburan, untuk tujuan meminta berkah

6. Tidak minta tolong kepada orang yang berlindung kepada jin

7. Tidak tasya’um (merasa sial karena sesuatu)

8. Tidak bersumpah dengan selain Allah

9. Ikhlas amal untuk Allah semata

10. Mengimani rukun iman

11. Mengimani ni’mat dan siksa kubur

12. Menjadikan syetan sebagai musuh

13. Tidak mengikut langkah-langkah syetan

14. Menerima dan tunduk pada hukum Allah

15. Mensyukuri Ni’mat Allah saat mendapatkan nikmat

16. Tidak meminta tolong kepada orang yang telah dikubur

II. Sohiihul ‘Ibadah ( Ibadah yang benar )

1. Ihsan dalam thoharoh

2. Bersemangat untuk sholat berjamaah di masjid

3. Ihsan dalam sholat

4. Berpuasa fardhu

5. Berpuasa sunnah, minimal 7 hari sebulan

6. Qiyamul Lail minimal 1 hari sepekan

7. Membayar zakat (09:103)

8. Komitmen dengan adab tilawah

9. Khusyu dalam membaca Al-Qur’an

10. Hafal 1 juz Al-Qur’an (30)

11. Komitmen dengan wirid tilawah harian ( Al-ma’tsurat )

12. Berdo’a pada waktu - waktu utama

13. Menutup harinya dengan taubat dan istighfar

14. Merutinkan dzikir pagi hari

15. Menyebarluaskan salam

16. Beri’tikaf pada bulan Ramadhan ( 10 hari terakhir )

17. Mempergunakan syiwak

18. Senatiasa menjaga kondisi thoharoh

19. Niat melaksanakan haji

20. Menjauhi dosa besar

21. Merutinkan dzikir sore

22. Dzikir pada Allah pada tiap keadaan

23. Memenuhi nadzar

24. Menahan anggota tubuh dari segala yang haram

25. Bersemangat untuk berjamaah di masjid

26. Tidak sungkan adzan

27. Berniat pada setiap melakukan perbuatan

III. Naafi’un li ghoirihi ( Berguna bagi orang lainnya )

1. Melaksanakan hak kedua orang tua

2. Ikut berpartisipasi dalam kegembiraan

3. Membantu yang membutuhkan

4. Memberi petunjuk orang yang tersesat

5. Menikah dengan pasangan yang sesuai/Sekufu

IV. Matiinul Khuluq (Akhlak yang sempurna )

1. Tidak takabur

2. Tidak Ima’ah ( asal ikut )

3. Tidak dusta

4. Tidak mencaci maki

5. Tidak mengadu domba

6. Tidak ghibah

7. Tidak memotong omongan orang lain

8. Tidak mencibir dengan alasan apapun

9. Tidak menghina dan meremehkan orang lain

10. Tidak menjadikan orang buruk sebagai teman / sahabat

11. Menyayangi yang kecil

12. Henghormati yang besar

13. Memenuhi janji

14. Birrul walidain

15. Menundukkan pandangan

16. Menyimpan rahasia

17. Menutupi dosa orang lain

18. Memiliki ghirah (rasa cemburu ) pada agamanya

19. Memiliki ghirah (rasa cemburu) pada keluarganya

V. Qadirul alal Kasbi ( Kemampuan berpenghasilan )

1. Menjauhi sumber penghasilan haram dan menjauhi riba

2. Menjauhi riba

3. Menjauhi judi dengan segala macamnya

4. Menjauhi tindak penipuan

5. Membayar zakat

6. Menabung meskipun sedikit

7. Tidak menunda waktu melaksanakn hak orang lain/ janji

8. Menjaga fasilitas umum

9. Menjaga fasilitas khusus

VI. Mutsaqqoful Fikri (Intelek dalam pemikiran )

1. Baik dalam membaca dan menulis

2. Membaca 1 juz tafsir Al-Qur’an juz 30

3. Memperhatikan hukum-hukum tilawah

4. Menghafalkan separuh hadits Arba’in

5. Menghafalkan 20 hadits pilihan dari Riyadhus Sholihin

6. Mengkaji marhalah Makiyah dan menguasai karakteristiknya (Manhaj Haraki : Syaikh Munir Al-Ghodban)

7. Mengenal 10 sahabat yang dijamin masuk surga

8. Mengetahui hukum thoharoh ( Fiqh Sunnah : Sayyid Sabiq )

9. Mengetahui hukum sholat

10. Mengetahui hukum puasa

11. Membaca sesuatu yang di luar spesialisasinya, 4 jam setiap pekan

12. Memperluas wawasan diri dengan sarana-sarana baru

13. Menyadari adanya perang Zionisme dengan Islam

14. Mengetahui Ghozwul Fikri

15. Mengetahui organisasi-organisasi terselubung

16. Mengetahui bahaya pembatasan kelahiran

17. Menjadi pendengar yang baik

18. Berpartisipasi dalam kerja-kerja jama’I

19. Tidak menerima suara-suara miring tentang Islam

20. Mengemukakan pendapat

VII. Qowiyyul Jismi ( Jasmani yang kuat )

1. Bersih badan

2. Bersih pakain

3. Bersih tempat tinggal

4. Komitmen dengan adab makan dan minum sesuai dengan sunnah

5. Komitmen dengan olahraga minimal 2 jam/ pekan

6. Bangun sebelum fajar

7. Memperhatikan tata cara membaca yang sehat

8. Tidak merokok

9. Menghindari tempat kotor…..

10. Menghindari tempat-tempat bencana jika masih di luar area

VIII. Mujaahidu li nafsihi (Bersungguh-sungguh thd diri sendiri )

1. Menjauhi segala yang haram

2. Menjauhi tempat-tempat bermain yang haram

3. Menjauhi tempat-tempat maksiat

IX. Munazhomu fii syu’nihi ( teratur dalam semua urusannya )

1. Memperhatikan penampilan (performance)

2. Tidak menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga yang menentang dengan Islam

X. Haritsun ‘ala waqtihi ( Efisien menjaga waktu )

1. Bangun pagi

2. Menghabiskan waktu untuk belajar

KELENGKAPAN ISLAM

SYUMULIYAH ISLAM

(Kelengkapan Islam)

PENGERTIAN ISLAM

Pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab bukan saja untuk meluruskan berbagai pemahaman tentang Islam yang selama ini salah, keliru atau kurang sempurna, tapi juga untuk membangun komitmen ke-Islaman yang lebih utuh dalam kehidupan sehari-hari kita. Yang terjadi selama ini bukan saja adanya kesenjangan antara pemahaman Islam generasi sekarang dengan pemahaman generasi sahabat Rasulullah saw tentang Islam, tapi juga ada kesenjangan antara Islam yang kita yakini sebagai “agama atau jalan hidup” dengan perilaku sehari-hari kita sebagai “kenyataan hidup.”

Dari akar katanya dalam bahasa Arab, Islam mempunyai arti-arti berikut: ketundukan, penyerahan diri, keselamatan, kedamaian, kesejahteraan. Makna ketundukan dan penyerahan diri kita temukan, misalnya, dalam ayat ini:

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah tunduk (menyerahkan diri) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah lah mereka dikembalikan.” (QS: 3: 83)

Makna keselamatan kita temukan, misalnya, dalam ayat ini :

“….Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS: 5: 15-16)

Makna kedamaian kita temukan, misalnya, dalam ayat ini :

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS: 8: 61)

Makna kesejahteraan kita temukan, misalnya, dalam ayat ini:

“Doa mereka di dalamnya ialah: “Subhanakallahumma” (Maha Suci Allah yang telah menciptakan semua itu tidak dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah), dan salam penghormatan mereka ialah: “Salam” (kesejahteraan dan kesentosaan). Doa penutup mereka ialah “Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin”(segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam).” (QS: 10: 10).

Ber-Islam, dengan begitu, berarti menundukkan dan menyerahkan diri sepenuh-penuhnya, secara mutlak, kepada Allah swt untuk diatur sesuai dengan kehendak-Nya. Dan kehendak-kehendak Allah swt itu tertuang secara utuh dalam agama yang Ia turunkan kepada umat manusia, sebagai petunjuk abadi dalam menjalani kehidupan mereka di muka bumi, melalui perantara seorang Rasul, Muhammad saw, yang kemudian Ia beri nama “Islam.”

Asas ketundukan dan penyerahan diri itu adalah pengakuan yang tulus dari lubuk hati bahwa kita dan seluruh alam semesta adalah ciptaan Allah swt. Karena itu Allah swt berhak mengatur segenap ciptaan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Selanjutnya Allah swt menjelaskan kehendak-kehendak-Nya dalam dua bentuk:

Pertama, kehendak Allah swt yang bersifat pasti, mutlak dan mengikat seluruh ciptaan-Nya, baik manusia maupun alam. Inilah yang kemudian kita sebut dengan “Sunnah Kauniyah.” Dalam pengertian ini, maka seluruh makhluk di jagad ini telah menyatakan ketundukan dan penyerahan dirinya (ber-Islam) kepada Allah swt. Perhatikan firman Allah swt berikut ini :

“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, pohon-pohon, binatang-binatang melata dan sebagian besar dari pada manusia? Dan banyak diantara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS: 22: 18),

Kedua, kehendak Allah swt yang bersifat pilihan, berupa aturan-aturan dan pranata sistim bagi kehidupan manusia. Inilah yang kemudian kita sebut “Syariat atau Agama.” Inilah yang dimaksud Allah swt dalam firman-Nya :

“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS: 45:18)

Manusia dan alam tidak bisa melepaskan diri dari kodrat sebagai ciptaan. Karena itu setiap penolakan terhadap kehendak-kehendak Allah swt, baik yang “kauniyah” maupun yang “syar’iyah”, selalu berarti pembangkangan terhadap Sang Pencipta, penyimpangan dari garis kebenaran, isolasi dan benturan dengan alam. Ujung dari pembangkangan itu adalah bahwa manusia selamanya akan tertolak oleh Allah, alam semesta dan disharmoni dalam hubungan antar sesama manusia. Simaklah bagaimana Allah menolak mereka:

“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS: 3: 85)

Sekarang simaklah bagaimana alam mengisolasi mereka :

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: 7: 96)

“Barangsiapa yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS: 22: 31)

Akan tetapi, apabila kehendak-kehendak Allah swt yang diturunkan dalam bentuk syariat atau aturan dan pranata sistim bagi kehidupan manusia, maka itu berarti bahwa Islam – yang kemudian menjadi nama bagi syariat tersebut – adalah jalan hidup, atau suatu sistim yang diturunkan Allah agar manusia menata kehidupannya dengan sistim itu.

Jadi, Islam bukan hanya ritual-ritual belaka yang kita lakukan sebagai sebentuk ketundukan kepada Allah swt. Islam jauh lebih luas dari sekedar ritual belaka. Islam adalah sistim kehidupan yang lengkap dan paripurna serta bersifat unversal. Ia mengatur kehidupan kita sejak kita bangun dari tidur sampai kita tidur kembali. Ia menata kehidupan kita sebagai individu dan masyarakat. Menata ibadah kita seperti ia menata ekonomi dan politik kita. Ia menata hukum kita seperti ia menata kehidupan social budaya kita. Ia adalah Qur’an dan pedang, masjid dan pasar, agama dan negara, iman dan ilmu, ibadah dan seni.

Allah S.W.T sebagai pencipta manusia, maka Dia pulalah yang paling mengetahui apa yang dibutuhkan manusia untuk membuat kehidupannya menjadi lebih baik. Maka hak prerogatif Allah untuk mengatur manusia (Hakimiyyatullah) bukan saja datang kodrat-Nya sebagai Pencipta, tapi juga pengetahuan dan keadilan-Nya. Dan karena itu pula, penyerahan diri kita kepada-Nya bukan lahir dari pengakuan akan kepenciptaan-Nya, tapi lahir dari pengetahuan kita tentang pengetahuan dan keadilan-Nya serta ungkapan rasa syukur atas karunia terbesar-Nya, yaitu agama Islam.

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus” (QS: 17: 9)

“Dan barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya ia akan terbebas dari rasa takut dan tiada pula mereka akan bersedih.” (QS: 2: 38)

“Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS: 28: 77).

KARAKTERISTIK ISLAM

Sebagai sebuah sistim, Islam mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan sistim-sistim yang lain. Karakteristik adalah ciri-ciri umum yang menjadi bingkai dari keseluruhan ajaran Islam. Cara pandang Islam terhadap berbagai permasalahan eksistensial seperti Tuhan, alam, manusia dan kehidupan, serta interpretasinya terhadap berbagai peristiwa selamanya akan berada dalam bingkai ciri-ciri umum tersebut. Karakteristik ini pula yang kemudian menjadi letak keunggulan Islam terhadap sistim-sistim lainnya. Ciri-ciri umum tersebut adalah rabbaniyah, syumuliyah, insaniyah, tsabat, tawazun, waqi’iyyah, ijabiyyah.

Rabbaniyyah

Rabbaniyyah adalah nisbat kepada kata Rabb yang berarti Tuhan. Artinya Islam ini adalah agama atau jalan hidup yang bersumber dari Tuhan. Ia bukan kreasi manusia,juga bukan kreasi nabi yang membawanya. Maka Islam adalah jalan Tuhan. Tugas para nabi adalah menerima, memahami dan menyampaikan ajaran itu kepada umat manusia :

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.” (QS: 5: 67)

Sumber ajaran merupakan titik perbedaan paling signifikan antara berbagai ideologi. Sumber ajaran Islam adalah Allah swt, Tuhan semesta alam, Tuhan yang menciptakan manusia dan yang paling mengetahui hakikat manusia serta apa saja yang dibutuhkannya; kebutuhan fisik, ruh dan akalnya. Ia adalah sumber yang terpercaya yang memiliki semua hak dan kelayakan untuk mengatur manusia. Kekuatan sumber itu melahirkan rasa aman untuk menerima kebenaran dan menghilangkan keraguan. Ia bukan saja mambawa kebenaran mutlak, tapi juga terjaga validitasnya sepanjang masa.

“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka janganlah kamu menjadi ragu (menerimanya).” (QS: 2:147 ).

Semua ideologi lain memiliki kelemahan mendasar karena sumbernya adalah manusia yang tidak pernah bisa membebaskan diri dari hawa nafsu, katerbatasan, kelemahan dan ketidakberdayaan. Ideologi manusia tidak pernah sanggup melampaui hambatan ruang dan waktu dan dengan mudah menjadi usang dan dibuang ke ruang masa lalu oleh ketidaksesuaian.

Syumuliyyah

Artinya ajaran ini mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia; dari pribadi, keluarga, masyarakat hingga negara; dari sosial, ekonomi, politik, hukum, keamanan, lingkungan, pendidikan hingga kebudayaan; dari etnis Arab ke Parsi hingga seluruh etnis manusia, dari kepercayaan, sistim hingga akhlak; dari Adam hingga manusia terakhir; dari sejak kita bangun tidur hingga kita tidur kembali; dari kehidupan dunia hingga kehidupan akhirat. Jadi kecakupan Islam dapat kita dari beberapa dimensi; yaitu dimensi waktu, dimensi demografis, dimensi geografis dan dimensi kehidupan.

Yang dimaksud dengan dimensi waktu adalah bahwa Islam telah diturunkan Allah swt sejak Nabi Adam hingga mata rantai kenabian ditutup pada masa Rasulullah Muhammad saw. Dan Islam bukan agama yang hanya diturunkan untuk masa hidup Rasulullah saw, tapi untuk masa hidup seluruh umat manusia di muka bumi :

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rosul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa rosul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS: 3: 144)

Yang dimaksud dengan dimensi demografis adalah bahwa Islam diturunkan untuk seluruh umat manusia dengan seluruh etnisnya, dan bahwa mereka semua sama di mata Allah swt sebagai ciptaan-Nya dan dibedakan satu sama lain karena asas ketakwaan :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS: 49: 13)

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS: 34: 28)

Yang dimaksud dengan dimensi geografis adalah bahwa ajaran Islam diturunkan untuk diterapkan di seluruh penjuru bumi. Maka Islam tidak dapat diidentikkan dengan kawasan Arab (Arabisme), karena itu hanya tempat lahirnya. Islam tidak mengenal sekat-sekat tanah air, sama seperti ia tidak mengenal batasan-batasan etnis.

“Ingatlah ketika Tuhamu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami, senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman; ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS: 2: 30)

“Al-Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) Bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus”. (QS: 81: 27-28)

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS: 21: 107)

Yang dimaksud dengan dimensi kehidupan adalah bahwa Islam membawa ajaran-ajaran yang terkait dengan seluruh dimensi kehidupan manusia; sosial, ekonomi, politik, hukum, keamanan, pendidikan, lingkungan dan kebudayaan. Itulah sebabnya Allah swt menyuruh berislam secara kaffah, atau berislam dalam semua dimensi kehidupan kita.

”Hai orang-orang yang berirman masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan jangankah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya Syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS: 2: 208)

Ini pula yang dimaksud Allah swt bahwa Ia telah menyempurnakan agama ini dan karena itu meridhoinya sebagai agama terbaik bagi umat manusia :

“Hari ini telah Ku-sempurnakan bagimu agamamu, dan Ku-sempurnakan nikmat-Ku terhadapmu, dan Kuridhai Islam sebagai agamamu.” (QS: 5: 3)

Insaniyyah

Artinya bahwa ajaran Islam mendudukan manusia pada posisi kunci dalam struktur kehidupan ini. Manusia adalah pelaku yang diberi tanggungjawab dan wewenang untuk mengimplementasikan kehendak-kehendak Allah swt dimuka bumi (khalifah). Maka Allah swt memberi penghormatan tertinggi kepada manusia dalam firman-Nya :

“Dan sesunguhnya kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS: 17: 70)

Selanjutnya Allah swt menyusun ajaran-ajaran Islam sedemikian rupa sesuai dengan fitrah dasar manusia :

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas ) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. ( QS: 30:30)

Islam datang untuk membebaskan umat manusia dari perbudakan sesama manusia. Di hadapan Rustum menjelang Perang Qadisiyah, Rub’i bin ‘Amir menjelaskan misi itu ketika beliau berkata: “Kami datang untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada manusia yang lain.”

Hak asasi manusia - dalam semua bentuknya - merupakan bagian paling inheren dalam keseluruhan ajaran-ajaran Islam. Hak-hak asasi itu merupakan seperangkat kondisi dan wilayah kewenangan yang mutlak dibutuhkan manusia untuk menjalankan misinya dalam kehidupan ini. “Sejak kapan kamu memperbudak manusia, padahal ibu-ibu mereka telah melahirkan mereka dalam keadaan bebas?”, kata Umar Bin Khattab kepada ‘Amru Bin ‘Ash saat puteranya menampar wajah seorang warga Qibthy (Kristen).

Tsabat dan Tathawwur

Tsabat artinya permanen, sedang Tathawwur artinya pertumbuhan. Ciri permanensi adalah turunan dari ciri Rabbaniyyah. Maksudnya adalah bahwa Islam membawa ajaran yang berisi hakikat-hakikat besar yang bersifat tetap dan permanen dan tidak akan pernah berubah dalam semua ruang dan waktu. Hakikat-hakikat itu melampaui batas-batas ruang dan waktu serta bersifat abadi.

Seperti hakikat abadi tentang wujud dan keesaan Allah, hakikat penyembahan kepada Allah, hakikat alam sebagai ciptaan dan wadah fisik bagi kehidupan kita, hakikat manusia sebagai makhluk yang paling terhormat karena misi khilafahnya, hakikat iman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab suci dan takdir baik dan buruk serta hari akhirat adalah syarat diterimanya semua amal manusia, hakikat ibadah sebagai tujuan hidup manusia, hakikat aqidah sebagai ikatan komunitas Muslim, hakikat dunia sebagai tempat ujian, hakikat Islam sebagai agama satu-satunya yang diterima Allah.

Semua hakikat itu bersifat abadi dan permanen dan tidak berubah karena faktor ruang dan waktu. Hakikat-hakikat dasar dan nilai-nilai itu bukan saja tidak dapat berubah, tapi juga tidak mungkin bertumbuh; sebagaimana realitas dan pola-pola kehidupan manusia terus berubah dan bertumbuh.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas ) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS: 30:30).

Itu sama sekali tidak berarti bahwa Islam mengebiri dan membekukan gerakan pemikiran dan kehidupan secara keseluruhan. Yang dilakukan Islam hanyalah memberi bingkai (frame of reference) di dalam mana pemikiran dan kehidupan manusia bergerak dan bertumbuh. Dalam bingkai itulah kaum Muslimin bergerak dan berkreasi, menghadapi tantangan perubahan hidup secara pasti dan elastis, bermetamorfosis secara teratur dan terarah, bertumbuh secara dinamis dan terkendali.

Bingkai seperti ini mutlak dibutuhkan untuk menciptakan rasa aman dan kepastian, keterarahan dan keutuhan, konsistensi dan kesinambungan. Kalau ada rahasia di balik soliditas dunia Islam selama lebih dari seribu tahun, itu karena adanya frame of reference tersebut. Itu kekuatan ideologi dan spiritual yang senantiasa memproteksi Islam dari penyimpangan dan keusangan.

“Andai kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS: 23: 71)

Tawazun

Artinya keseimbangan. Ajaran-ajaran Islam seluruhnya seimbang dan memberi porsi kepada seluruh aspek kehidupan manusia secara proporsional. Tidak ada yang berlebihan atau kekurangan, tidak ada perhatian yang ekstrim terhadap satu aspek dengan mengorbankan aspek yang lain. Karena semua aspek itu adalah satu kesatuan dan menjalankan fungsi yang sama dalam struktur kehidupan manusia.

Ada keseimbangan antara bagian-bagian yang bersifat fisik (zahir) dan metafisik (gaib) dalam keimanan. Ada keseimbangan antara kecondongan kepada materialisme dan spiritualisme dalam kehidupan. Ada keseimbangan antara aspek ketegasan hukum dan persuasi moral dalam bernegara. Ada keseimbangan antara Sunnah Kauniyah yang eksak dan pasti dengan kehendak Allah yang tetap bebas dan tidak terbatas (seperti dalam kasus istri nabi Ibrahim yang melahirkan di usia yang sangat tua, atau Maryam yang melahirkan tanpa proses biologis normal, atau pendinginan api bagi Ibrahim dan lainnya, semua ini tanpa harus mengganggu kepastian gerak alam yang dapat diobservasi oleh manusia secara empiris). Ada keseimbangan antara ibadah yang bersifat mahdhah (khusus) dengan ibadah dengan wilayah yang luas.

“Dan segala sesuatunya Kami ciptakan dengan kadarnya masing-masing.” (QS 54:49)

“Engkau takkan penah menemukan pada ciptaan Allah Yang Maha Pengasih sesuatu yang tidak seimbang.” (QS: 67: 3).

Ciri keseimbangan ini telah memproteksi Islam dari keterpecahan dan dikhotomi yang selalu ada dalam ideologi lainnya. Ada spiritualisme yang ekstrim dalam gereja di abad pertengahan, tapi juga ada materialisme yang ekstrim pada kaum sekuler. Ada porsi kelompok yang berlebihan dan sosialisme, tapi juga ada porsi individu yang ekstrim dalam kapitalisme liberal. Ini menciptakan pertentangan-pertentangan dalam struktur ideologi dan senantiasa mewariskan kegoncangan psikologis akibat ketidakutuhan dalam diri pada pemeluknya.

Waqi’iyyah

Artinya realisme. Islam diturunkan untuk berinteraksi dengan realitas-realitas obyektif yang nyata-nyata ada sebagaimana ia adanya. Selain itu ajaran-ajarannya didesign sedemikian rupa yang memungkinkannya diterapkan secara nyata dalam kehidupan manusia. Ia bukan nilai-nilai ideal yang enak dibaca tapi tidak dapat diterapkan. Ia merupakan idealisme yang realistis, tapi juga realisme yang idealis.

Tuhan adalah realitas obyektif yang benar-benar wujud dan wujud-Nya diketahui melalui ciptaan-Nya dan kehendak-Nya diketahui melalui gerakan alam. Alam dan manusia juga realitas obyektif.

Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikianlah ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling. Dia menyingsingkan pagi dan manjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS: 6: 95-96)

Tapi konsep Islam juga didesign sesuai dengan realitas obyektif manusia, kondisi ruang dan waktu yang melingkupinya, hambatan internal dan eksternalnya, potensi ril yang dimiliki manusia untuk menjalani hidup. Islam memandang manusia dengan segala kekuatan dan kelemahannya; dengan ruh, akal dan fisiknya; dengan harapan-harapan dan ketakutannya; dengan mimpi dan keterbatasannya. Lalu berdasarkan itu semua Islam menyusun konsep hidup ideal yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya. Islam bukan idealisme yang tidak mempunyai akar dalam kenyataan.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya….”.(QS: 2: 286.)

Ijabiyyah

Artinya sikap positif dalam menjalani kehidupan sebagai lawan dari pesimisme dan fatalisme. Keimanan bukanlah sesuatu yang beku dan kering yang tidak sanggup menggerakkan manusia. Keimanan adalah sumber tenaga jiwa yang mendorong manusia untuk merealisasikan kebaikan dan kehendak Allah dalam kehidupan ril. Islam memandang bahwa keimanan yang tidak dapat mendorong manusia untuk bekerja mengeksplorasi potensi alam dan potensi dirinya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, adalah keimanan yang negatif dan fatal.

Itulah sebabnya Islam memberi penghargaan besar kepada kerja sebagai bukti sikap positif dan dinamika dalam mengelola kehidupannya. Allah swt berfirman:

“Katakanlah: “Bekerjalah kamu! Nanti Allah akan menyaksikan pekerjaanmu bersama Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (QS: 9:105 ).

Bacaan yang dianjurkan :

1. Dasar-dasar Islam; Abul A’la Al Maududi

2. Petunjuk Jalan; Sayyid Qutb

3. Al Islam; Said Hawwa

4. Karakteristik Islam; DR. Yusuf Al Qardhawi

5. Salah Paham Terhadap Islam; Muhammad Qutb

6. Komitmen Muslim; DR. Fathi Yakan

7. Benarkah Kita Muslim; Muhammad Qutb

8. Prinsip-prinsip Islam Untuk Kehidupan; DR. Abdullah Al Muslih

9. La Ilaha Illallah Sebagai Aqidah, Syariah dan Sistim Kehidupan; Muhamad Qutb

10. Al Ubudiyah; Ibnu Taimiyah