SELALU MENATA HATI
Betapa indahnya sekiranya kita memiliki qolbu
yang senantiasa tertata, terpelihara, terawat dengan sebaik-baiknya. Ibarat
taman bunga yang pemiliknya mampu merawatnya dengan penuh kesabaran dan
ketelatenan. Alur-alur penanamannya tertata rapih. Pengelompokan jenis dan warna
bunganya berkombinasi secara artistik. Yang ditanam hanya tanaman bunga yang
memiliki warna-warni yang indah atau bahkan yang menyemerbakan keharuman yang
menyegarkan.
Rerumputan liar yang tumbuh dibawahnya
senantiasa disiangi. Parasit ataupun hama yang akan merusak batang dan daunnya
dimusnahkan. Tak lupa setiap hari disiraminya dengan merata, dengan air yang
bersih. Tak akan dibiarkan ada dahan yang patah atau ranting yang
mengering.
Walhasil, tanahnya senantiasa gembur, tanaman
bunga pun tumbuh dengan subur. Dedaunannya sehat menghijau. Dan, subhanallah,
bila pagi tiba manakala sang matahari naik sepenggalah, dan saat titik-titik
embun yang bergelayutan di ujung dedaunan menagkap kilatan cahayanya,
bunga-bunga itu, dengan aneka warnanya, mekar merekah. Wewangian harumnya
semerbak ke seantero taman, tak hanya tercium oleh pemiliknya, tetapi juga oleh
siapapun yang kebetulan berlalu dekat taman. Sungguh, alangkah indah dan
mengesankan.
Begitu pun qolbu yang senantiasa tertata,
terpelihara, serta terawat dengan sebaik-baiknya. Pemiliknya akan senantiasa
merasakan lapang, tenteram, tenang, sejuk, dan indahnya hidup di dunia ini.
Semua ini akan tersemburat pula dalam setiap gerak-geriknya, perilakunya, tutur
katanya, sunggingan senyumnya, tatapan matanya, riak air mukanya, bahkan diamnya
sekalipun.
Orang yang hatinya tertata dengan baik tak
pernah merasa resah gelisah, tak pernah bermuram durja, tak pernah gundah
gulana. Kemana pun pergi dan dimana pun berada, ia senantiasa mampu
mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa berada dalam kondisi damai dan
mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan menenteramkan. Hatinya bagai
embun yang menggelayut di dedaunan di pagi hari, jernih, bersinar, sejuk, dan
menyegarkan. Hatinya tertambat bukan kepada barang-barang yang fana, melainkan
selalu ingat dan merindukan Zat yang Maha Memberi Ketenteraman, Allah Azza wa
Jalla.
Ia yakin dengan keyakinan yang amat sangat bahwa
hanya dengan mengingat dan merindukan Allah, hanya dengan menyebut-nyebut
namanya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, maka hatinya
menjadi tenteram. Tantangan apapun dihadapinya, seberat apapun, diterimanya
dengan ikhlas. Dihadapinya dengan sunggingan senyum dan lapang dada. Baginya tak
ada masalah sebab yang menjadi masalah hanyalah caranya yang salah dalam
menghadapi masalah.
Adalah kebalikannya dengan orang yang berhati
semrawut dan kusut masai. Ia bagaikan kamar mandi yang kumuh dan tidak
terpelihara. Lantainya penuh dengan kotoran. Lubang WC-nya masih belepotan sisa
kotoran. Dindingnya kotor dan kusam. Gayungnya bocor, kotor, dan berlendir.
Pintunya tak berselot. Krannya susah diputar dan air pun sulit untuk mengalir.
Tak ada gantungan. Baunya membuat setiap orang yang menghampirinya menutup
hidung. Sudah pasti setiap orang enggan memasukinya. Kalaupun ada yang sudi
memasukinya, pastilah karena tak ada pilihan lain dan dalam keadaan yang sangat
terdesak. Itu pun seraya menutup hidung dan menghindarkan pandangan
sebisa-bisanya.
Begitu pun keadaannya dengan orang yang berhati
kusam. Ia senantiasa tampak resah dan gelisah. Hatinya dikotori dengan buruk
sangka, dendam kesumat, licik, tak mau kompromi, mudah tersinggung, tidak senang
melihat orang lain berbahagia, kikir, dan lain-lain penyakit hati yang terus
menerus menumpuk, hingga sulit untuk dihilangkan.
Sungguh, orang yang berhati busuk seperti itu
akan mendapatkan kerugian yang berlipat-lipat. Tidak saja hatinya yang selalu
gelisah, namun juga orang lain yang melihatnya pun akan merasa jijik dan tidak
akan menaruh hormat sedikit pun jua. Ia akan dicibir dan dilecehkan orang. Ia
akan tidak disukai, sehingga sangat mungkin akan tersisih dari pergaulan.
Terlepas siapa orangnya. Adakah ia orang berilmu, berharta banyak, pejabat atau
siapapun; kalau berhati busuk, niscaya akan mendapat celaan dari masyarakat yang
mengenalnya. Derajatnya pun mungkin akan sama atau, bahkan, lebih hina dari pada
apa yang dikeluarkan dari perutnya.
Bagi orang yang demikian, selain derajat
kemuliannya, akan jatuh di hadapan manusia, juga di hadapan Allah. Ini
dikarenakan hari-harinya selalu diwarnai dengan aneka perbuatan yang mengundang
dosa. Allah tidak akan pernah berlaku aniaya terhadap makhluk-makhluknya.
Sesungguhnyalah apa yang didapatkan seseorang itu, tidak bisa tidak, merupakan
buah dari apa yang diusahakannya.
"Dan bahwasannya manusia tidak akan memperoleh
(sesuatu), selain dari apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya kelak akan
diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberikan balasan kepadanya dengan
balasan yang paling sempurna." (QS. An Najm {53} : 39-41), demikian firman Allah
Azza wa Jalla.
Kebaikan yang ditunaikan dan kejahatan yang
diperbuat seseorang pastilah akan kembali kepada pelakunya. Jika berbuat
kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan takaran yang telah
dijanjikan-Nya. Sebaliknya, jika berbuat kejahatan, niscaya ia akan mendapatkan
balasan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukannya. Sedangkan
kebaikan dan kejahatan tidaklah bisa berhimpun dalam satu kesatuan.
Orang yang hatinya tertata rapih adalah orang
yang telah berhasil merintis jalan ke arah kebaikan. Ia tidak akan tergoyahkan
dengan aneka rayuan dunia yang tampak menggiurkan. Ia akan melangkah pada jalan
yang lurus. Dititinya tahapan kebaikan itu hingga mencapai titik puncak.
Sementara itu ia akan berusaha sekuat-kuatnya untuk berusaha sekuat-kuatnya
untuk memelihara dirinya dari sikap riya, ujub, dan perilaku rendah lainnya.
Oleh karenanya, surga sebaik-baiknya tempat kembali, tentulah telah disediakan
bagi kepulangannya ke yaumil akhir kelak. Bahkan ketika hidup di dunia yang
singkat ini pun ia akan menikmati buah dari segala amal baiknya.
Dengan demikian, sungguh betapa beruntungnya
orang yang senantiasa bersungguh-sungguh menata hatinya karena berarti ia telah
menabung aneka kebaikan yang akan segera dipetik hasilnya dunia akhirat.
Sebaliknya alangkan malangnya orang yang selama hidupnya lalai dan membiarkan
hatinya kusut masai dan kotor. Karena, jangankan akhirat kelak, bahkan ketika
hidup di dunia pun nyaris tidak akan pernah merasakan nikmatnya hidup tenteram,
nyaman, dan lapang.
Marilah kita senantiasa melatih diri untuk
menyingkirkan segala penyebab yang potensial bisa menimbulkan ketidaknyamanan di
dalam hati ini. Karena, dengan hati yang nyaman, indah, dan lapang, niscaya akan
membuat hidup ini terasa damai, karena berseliwerannya aneka masalah sama sekali
tidak akan pernah membuat dirinya terjebak dalam kesulitan hidup karena selalu
mampu menemukan jalan keluar terbaiknya, dengan izin Allah. Insya
Allah!***
(Sumber : Tabloid MQ EDISI 04/TH.1/AGUSTUS
2000)